Mobil listrik di Indonesia saat ini
mendapatkan liputan besar dari berbagai media di Indonesia. Pasalnya, Menteri
BUMN, Dahlan Iskan gencar mempromosikannya. Terakhir, makin ramai karena model
yang paling dibanggakan, supersport electric car Tucuxi,
menabrak saat menunju kota kelahirannya, Magetan, Jawa Timur
menabrak saat menunju kota kelahirannya, Magetan, Jawa Timur
penyebab kecelakaan yang
dialaminya Tucuxi tidak menggunakan girboks (transmisi). Karena itu
pula, untuk memastikan keamanan, sebelum berangkat, rem diperbaiki. Nyatanya,
rem yang tidak pakem menyebabkan sang menteri benar-benar mengalami kecelakaan.
Tanpa girboks
Karena tidak menggunakan girboks, berarti motor listrik Tucuxi langsung menggerakan as roda. Struktur seperti ini memang efisien karena tidak ada girboks dan kopling. Kerugian energi bisa ditekan, bobot jadi lebih ringan, tenaga bisa dipindah ke roda lebih mulus dan juga membuat mobil jadi responsif saat start.
Karena tidak menggunakan girboks, berarti motor listrik Tucuxi langsung menggerakan as roda. Struktur seperti ini memang efisien karena tidak ada girboks dan kopling. Kerugian energi bisa ditekan, bobot jadi lebih ringan, tenaga bisa dipindah ke roda lebih mulus dan juga membuat mobil jadi responsif saat start.
Masalahnya, saat berada
di turunan, ketika mobil diperlambat, rem bekerja sendirian menahan beban.
Padahal, dengan kendaraan yang menggunakan mesin bensin atau diesel (lebih
khusus lagi deisel), saat menurun – dengan adanya girboks – bisa menggunakan
gigi 2 atau 3 - mesin ikut membantu kerja rem menahan laju mobil melalui efek
yang disebut “engine brake”. Pasalnya, mesin bisa beralih fungsi menjadi
kompresor, menahan putaran roda dan transmisi.
Perdebatan
Di dunia otomotif, penggunaan girboks untuk mobil listrik masih menjadi perdebatan bagian para insinyur. Pasalnya, hampir 90 persen mobil listrik yang sudah diproduksi dibuat tidak mengemudi girboks untuk memindahkan tenaga yang dihasilkan motor ke roda (as roda).
Hal tersebut bisa dimaklumi karena mobil listrik umumnya digunakan di perkotaan dengan jarak tempuh terbatas. Di samping itu, pengisian ulang baterai butuh waktu lama untuk dibawa keluarga kota harus dipertimbangan masak-masak.
Mobil listrik supersport terkenal dari Amerika Serikat, Tesla, juga tidak menggunakan girboks, namun dilengkapi dengan dua gigi percepatan: normal dan sport.
Di dunia otomotif, penggunaan girboks untuk mobil listrik masih menjadi perdebatan bagian para insinyur. Pasalnya, hampir 90 persen mobil listrik yang sudah diproduksi dibuat tidak mengemudi girboks untuk memindahkan tenaga yang dihasilkan motor ke roda (as roda).
Hal tersebut bisa dimaklumi karena mobil listrik umumnya digunakan di perkotaan dengan jarak tempuh terbatas. Di samping itu, pengisian ulang baterai butuh waktu lama untuk dibawa keluarga kota harus dipertimbangan masak-masak.
Mobil listrik supersport terkenal dari Amerika Serikat, Tesla, juga tidak menggunakan girboks, namun dilengkapi dengan dua gigi percepatan: normal dan sport.
Mobil listrik yang tidak
menggunakan girboks, motor langsung dipasang pada as roda. Bahkan ada yang
langsung disatukan pada roda. Untuk mengatur tenaga, torsi plus putaran, sesuai
dengan kebutuhan pengemudi (melalui injakan pedal gas), pengaturan dilakukan
seperti kipas angin atau “blower” AC.
Multi Percepatan
Namun kini, para insinyur mulai berfikir, mobil listrik harus dilengkapi dengan girboks dengan beberapa percepatan. Tujuannya, agar tenaga yang dihasilkan motor listrik bisa disesuaikan dengan kebutuhan operasi mobil, misalnya sedang membawa beban berat, di tanjakan atau turunan.Bahkan kini beberapa insinyur mengatakan, untuk mobil listrik sport atau bertenaga besar, harus menggunakan girboks dengan beberapa percepatan.
Kalau cuma satu, kendati
kekuatan motor bisa diatur, seperti mesin konvensional, selain kurang efisien,
juga akan merepotkan pengemudi pada kondisi tertentu. Misalnya, kalau dipilih
rasio gigi tinggi, akselerasi, driveability, kemampuan menanjaknya
akan payah. Bisa diumpamakan, kalau mobil hanya menggunakan gigi 4 atau 5.
Sebaliknya, kalau rendah, juga terjadi pemborosan, cenderung spin saat
start.
Saat ini sudah banyak
produsen transmisi menawarkan girbok multi-percepatan yang disatukan dengan
motor listrik. Di samping itu, juga bisa langsung diintergrasikan dengan as
roda. Bahkan, pilihannya bisa manual atau otomatis. Bahkan, untuk manual, tidak
perlu menggunakan kopling. Pengemudi hanya memindahkan posisi tongkat,
kemudian modul elektronik akan mengatur perpindahan gigi.
Juga sudah ada produsen
yang membuat girboks 4-percepatan untuk mobil listrik. Hasilnya,
ukuran motor juga menjadi lebih kecil dan mobil tetap bisa dikemas dengan
kompak.
Rem Reneratif
Kendati demikian, kelebihan mesin konvensional, yaitu efek “engine brake” tidak akan bisa diperoleh dari mobil listrik meski dilengkapi dengan rem regeneratif.
Sistem terakhir - umumnya digunakan pada mobil listrik dan hibrida - saat kendaraan rem, motor berubah menjadi generator yang memperoleh putaran dari roda. Pada kondisi tersebut, selain menghasilkan tenaga listrik, motor juga akan berfungsi sebagai rem. Namun ini hanya efektif pada kecepatan tinggi.
Kendati demikian, kelebihan mesin konvensional, yaitu efek “engine brake” tidak akan bisa diperoleh dari mobil listrik meski dilengkapi dengan rem regeneratif.
Sistem terakhir - umumnya digunakan pada mobil listrik dan hibrida - saat kendaraan rem, motor berubah menjadi generator yang memperoleh putaran dari roda. Pada kondisi tersebut, selain menghasilkan tenaga listrik, motor juga akan berfungsi sebagai rem. Namun ini hanya efektif pada kecepatan tinggi.
Pada kecepatan rendah,
rotor yang berada di tengah motor - berupa gulungan kabel (angker) atau
magnet permanen - tidak bisa menghasilkan tenaga yang cukup besar.
Akibatnya, rem regeneratif tidak bisa membantu kerja rem utama (pada keempat
roda).
Sumber :otomotif.kompas.com
0 comments
Post a Comment